Agama dan moralitas merupakan kesatuaan yang tak dapat terpisahkan dalam sebuah negara.
One body unity. Moralitas atau sering di sebut etos, merupakan sikap manusia yang berkenaan dengan hukum.
Menurut pakar pendidikan Zakiah darajat, moral berasal dari kata bahasa latin mores, yang artinya kebiasaan atau adat kebiasaan.
Dan kebiasaan yang baik, hendaknya selalu menyelaraskan dengan kehidupan umum dan universal
Suatu tindakan yang baik, secara moral merupakan tindakan kebebasan manusia menginformasikan nilai etis objektif dan yang mengafirmasi hukum moral.
Moral yang buruk merupakan sesuatu yang bertentangan dengan nilai etis dan hukum moral.
Akhir-akhir ini dunia di goncang isu-isu diskriminasi agama.
Agama menjadi menjadi permainan otoritas negara, bahkan di dunia barat agama dinafikan sebagai tolak ukur akhlak dan moralitas.
Bagi mereka, Agama adalah kenistan yang hanya akan melahirkan kekacauan dalam negara.
Dan tidak ada moral agama di balik sebuah kemjuan suatu negara.
Negara maju hanya berkat tangan manusia sendiri. Ide ini sangat bertolak belakang dengan pemikiran Imam al-Ghazali (Dalam Al-Iqtishad fi al-I'tiqa,hal.199).
yang menyatakan "....agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar.....agama adalah pondasi (asas), dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi, niscaya akan roboh. Dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan lenyap.
Sebuah agama, imbuh al-Ghazali,moralitas dan kehidupan sosial, akan terjaga bila kekuasaan dalam suatu negara berpihak teguh kepada nilai-nilai agama.
Dan menurut para ulama,moralitas dan kehidupan sosial merupakan suatu kesatuaan yang harus saling berdampingan. Sebab, negara adalah kekuasaan. Apabila agama di jauhkan dari kekuasaan, maka maslahat tak akan pernah tergapai.
Hal ini senada dengan konsep pemikiran Ibnu Tamiyah ( dalam majmu' al-fatwa,juz 28) yang menuturkan " jika kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama terpisah dari kekuasaan niscaya keadaan manusia akan rusak.
Menurutnya, moral dan kehidupan sosial dalam beragama,akan berjalan sempurna dengan adanya kekuasaan yang dijalankan oleh rakyat dengan asas hukum islam (QS an-Nisa' :65, dan al- Ma'idah 50)
Kapitalisme
Perseteruaan yng terjadi di banyak negara, khususnya negara-negara barat, salah satu pemicunya adalah faktor ketamakan duniawi atau ketamakan terhadap ekonomi (economic greed). Negara-negara barat menjadikan ekonomi sebagai akar berkembangnya negara.
Apapun akan di lakukan dan di korbankan untuk memajukan perekonomianya.
Strategi politik ekonomi di mainkan dengan sistem kapitalis untuk menjadikan kekuasaan dan kemajuaan berpihak kepada negara barat. Hans morgenthau, pakar hubungan international mengatakan, " politik internasional seperti semua politik, adalah perjuangan demi kekuasaan.
Apapun tujuan akhir politik internasional, kekuasaan merupakan tujuaan yang selalu di dahulukan. Ini menjadi doktrin bagi masyarakat atau negara untuk melakukan apapun demi kekuasaan, jika perlu dengan perang. Aspek moral pun tidak di hiraukan. Inilah yang terjadi ketika imprealisme barat menghujam dunia islam.
Dengan ketamakanya terhadap aspek-aspek kenikmatan dunia, agama tak lagi di pedulikan.
Moralitas dalam bernegara tak lagi mengacu kepada moralitas agama (religious morality, malah negara yang di jadikan sebagai acuan publik sebagai moral dan etika bernegara (state ethics).
Hasilnya, peran agama sangat penting pada peraturan negara (state regulations), dan musuh-musuh agama pun mudah memperlihatkan "taring" mereka untuk mengkikis kehidupan beragama.Karena agama bagi masyarakat barat merupakan belenggu yang meresahkan dan membatasi kebebasan manusia,maklumlah jika kemudiaan agama mereka jadikan sekedar simbol promosi kebaikan dan keburukan.
Moralitas dan sosialitas dalam bernegara pun menjadi "tabu" bagi barat. Negara-negara eropa, telah merapkan banyak peraturan dan perundang-undangan bagi pemeluk agama di negara mereka tapi semuanya jauh dari nilai-nilai keagamaan yang sesungguhnya.
No comments:
Post a Comment