animasi-bergerak-agama-religi-0150 animasi-bergerak-selamat-datang-0025 animasi-bergerak-selamat-datang-0025 animasi-bergerak-selamat-datang-0025

Wednesday, May 1, 2013

Buruh Tolak kenaikan Harga BBM di setiap wilayah

Puluhan ribu demonstran mulai memenuhi depan Istana Negara, Rabu (1/5). Mereka menyuarakan penolakan terhadap upah murah, outsourcing, dan minimnya kesejahteraan bagi pekerja. Mereka juga bersatu menolak penaikan harga bahan bakar minyak.

Penaikan harga BBM bersubsidi menjadi ketakutan sebagian besar masyarakat. Sebab, kenaikan BBM diyakini akan memicu kenaikan bahan makanan pokok.

"Ini perjuangan para buruh," teriak salah satu orator dari KSPSI di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (1/5).

Selain itu, mereka menginginkan agar pemerintah menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional pada tahun-tahun berikutnya.

Koordinator aksi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Dedi Hardianto mengatakan jika May Day dijadikan hari libur nasional, buruh mampu menyajikan perayaan hari buruh yang lebih ramah.

"Kalau diliburkan, memang kami masih akan merayakan dengan tuntutan. Tapi jika 1 Mei libur tahun depan, kami mau bikin acara yang lebih simpati terhadap masyarakat, seperti membuat panggung, sunatan massal, menanam pohon," kata dia.

Opsi Dua Harga Batal, Harga BBM Naik tapi di Bawah Rp6.500 per Liter

 Pemerintah memberi sinyal akan membatalkan rencana menerapkan kebijakan dua harga bahan bahar minyak (BBM) bersubdidi. Pemerintah akan menaikkan harga BBM dan berlaku secara menyeluruh. Harganya, masih di bawah Rp6.500 per liter.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik di Jakarta, Senin (29/4), setelah menyerap banyak masukan dari publik serta anggota DPR, masyarakat sebenarnya siap untuk menerima penaikan harga secara menyeluruh. Namun, lanjut Jero, penaikan harga itu tidak akan sampai Rp6.500 per liter.

"Ini kan banyak sekali masukan dari masyarakat. Dari DPR juga, dari di daerah-daerah juga. Sebetulnya masyarakat sudah siaplah sebetulnya untuk dinaikkan, untuk penyesuaian harga ini (menyeluruh)," kata Jero.

Dan untuk penerapan dua harga, lanjut Jero, nampaknya masyarakat keberatan."Diperkirakan lebih sulitlah penerapannya. Itu dari DPR juga suaranya seperti itu, kebijakan dua harga lebih rumit," katanya.

Sehingga, ada harapan untuk ditetapkan satu harga saja, lebih praktis dan rakyat juga siap. Dan pematangan akan dilakukan dalam pemberian kompensasi kepada masyarakat miskin. "Bagaimana caranya yang masyarakat bawah dilindungi. Itu yang mungkin masih dimatangkan. Jadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih vulgar, kompensasi BLT itu harga mati. Kalau menaikkan harga ini harus dibarengi kompensasi. Kalau tidak, kan kasihan yang bawah. Itu yang perlu kita matangkan," ujarnya.

Terkait dengan besaran penaikan, menurut Jero, tidak akan sampai Rp6.500 per liter. Pasalnya, jika ditetapkan satu harga dengan Rp6.500 per liter, akan memberatkan masyarakat miskin. "Makanya itu yang mesti dipikirkan. Jadi kan tidak mungkin Rp6.500, beberapa saja ini kita hitung. Kan bagi rakyat yang bawah kan lompat itu. Kalau yang menengah ke atas sudah mampu, mereka pikirannya udah Rp6.500. Yang bawah kan tadinya pikirannya tidak naik. Cuma, kok repot sekali kalau dua harga, terutama di daerah yang SPBU cuma satu, atau dua tetapi berjauhan," jelas Jero.

Terkait dengan waktu pemberlakuan kebijakan tersebut, lanjut Jero, tidak akan diterapkan awal Mei ini. Pemerintah akan mematangkan seluruh teknis kebijakan. "Sabar, masyarakatnya juga jangan di provokasi, emang mau kiamat apa? Tenang saja. Bukan ragu-ragu. Kami mau menyelamatkan masyarakat bawah," tegasnya. (Akhmad Mustain)

No comments: