MAKNA FILOSOFIS DOA
Terlepas dari pahala doa dan terlepas dari efek
jawaban terhadap jawaban yang dihasilkan oleh doa – dengan menganggap bahwa doa itu
tidak hanya sekadar pengucapan atau pembacaan dan telah menjadi satu dengan hati sehingga
ruhani manusia membumbung naik – doa itu sendiri mengandung aspek ruhani yang sangat
luhur. Seakan-akan manusia melihat dirinya sendiri tersampul cahaya, dan hanya pada saat
itulah ia memahami arti kesucian dari permata kemanusiaan. Lalu ia memahami betapa
rendahnya, betapa hina dan aibnya urusan-urusan kecil yang menyibukkan dan mengganggu dia
pada saat-saat lainnya.
Apabila seseorang meminta sesuatu kepada selain
Allah maka ia merasa hina dina dan aib. Namun ketika memohon kepada Yang Mahatinggi, ia
merasakan suatu perasaan kekuatan dan kemuliaan. Oleh karena itu, maka doa adalah adalah
pencarian dan yang dicari sekaligus. Para pecinta Allah tidak menyukai sesuatu lainnya
lebih daripada doa. Mereka mempercayakan seluruh hasrat dan keinginannya kepada Yang
Tercinta yang sesungguhnya. Dan mereka menekankan pentingnya lebih besar kepada pencarian,
hasrat, dan doa lebih dari yang mereka inginkan dan mereka hasratkan.
Mereka tidak pernah merasa kepayahan, dalam
kata-kata Imam ‘Ali as kepada Kumail bin Ziyad An-Nakha’i : "pengetahuan
dan pengertian akan Kebenaran yang selengkapnya tercurah kepada mereka dan mereka
mengalami kegembiraan akan kepastian dan kebenarannya. Orang-orang ini merasa bahagia
dengan apa yang ditakuti oleh manusia-manusia berjiwa duniawi dan oleh mereka dipandang
sebagai yang tidak menyenangkan dan menyulitkan, dan orang-orang ini merasakannya sebagai
menyenangkan. Mereka menjadi mengenal apa yang membuat orang-orang yang tidak mengenalnya
lari, dan bertemu dengan orang-orang yang badan-badan dan jiwanya terhubungkan dengan
dunia kerajaan yang tinggi."
Jalan dari Hati kepada Tuhan
Setiap orang mempunyai jalan menuju Tuhan dari
hatinya, suatu pintu pada setiap hati yang menuju Tuhan. Dalam keadaan-keadaan sulit dan
sukar, ketika tidak nampak adanya harapan atau sesuatu jalan apapun lainnya, bahkan
orang-orang yang paling jahat sekalipun akan menyadari dan meminta pertolongan Tuhan. Ada
suatu kecenderungan dalam hakikat wujud manusia yang kadang-kadang diliputi dosa dan
kekejaman. Pada saat-saat sulit dan terdesak, penghalang ini tersingkir dan naluri alami
manusia dengan sendirinya menjadi hidup.
Pada suatu saat orang bertanya kepada Imam
Ja’far Ash-Shadiq tentang bukti adanya Tuhan. Imam as bertanya kepadanya,
"Pernahkah Anda menumpang kapal ?" Orang itu mengiakannya.
Imam Ja’far bertanya lagi, "Pernahkah
terjadi badai yang mengancam tenggalamnya kapal itu sehingga seluruh harapan Anda putus
sama sekali ?" Orang itu mengiakan, "Sesungguhnyalah peristiwa semacam itu telah
terjadi."
"Pada saat-saat seperti itu, " kata Imam
Ja’far, "hati Anda terpusat ke suatu titik dari mana Anda mengharapkan suatu
pertolongan dan perlindungan, Anda memohon kepada ‘titik’ itu untuk
menyelamatkan Anda ?" Orang itu pun mengiakannya.
Imam Ja’far menunjukkan kepadanya bahwa Tuhan,
melalui hatinya sendiri : "dan pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada
memperhatikannya ?" (QS 51 : 21). Kecenderungan dan perhatian dalam wujud manusia
inilah yang mengarahkan dia kepada Yang Mahakuasa. Kekuatan yang mahabesar yang berada di
atas jalan-jalan dan sebab-sebab yang dangkal, pada suatu saat ketika segala jalan lainnya
telah musnah, merupakan bukti adanya Kekuasaan itu. Apabila tidak ada kekuatan semacam
itu, maka tidak akan ada kecenderungan itu.
Tentu saja ada suatu perbedaan antara kecenderungan
yanga ada dalam wujud suatu pribadi dengan pribadi yang sepenuhnya menyadari akan hal itu
dan mengetahui tujuan dari kesadaran itu. Hasrat dan keinginan menyusu terdapat pada bayi
sejak awal mula kehidupannya. Apabila saja ia merasa lapar dan timbul kebutuhan itu pada
dirinya, hasrat dan keinginannya itu dimotivasikan dan membimbingnya untuk mencari puting
susu ibunya yang belum pernah dilihatnya sebelum ini, tidak dipahami dan tidak dikenalnya.
Kecenderungan itu sendiri membimbingnya, mendorongnya untuk membuka mulutnya untuk mencari
makanannya, apabila ia tidak mendapatkannya maka ia pun menangis. Menangis itu sendiri
adalah meminta pertolongan dari ibunya, si ibu yang masih asing baginya dan eksistensinya
belum disadarinya. Si bayi itu sendiri tidak mengetahui tujuan di balik kecenderungannya,
sasaran dari tangisannya. Ia tidak mengetahui sebab dari kecenderungan yang muncul pada
dirinya. Ia tidak mengerti akan sistem pencernaan dan bahwa sistem pencernaan itu
membutuhkan makanan. Si bayi itu malah tidak mengetahui bahwa ia menghendaki makanan. Ia
tidak menyadari bahwa sebab di balik tangisannya itu adalah pemberitahuan kepada ibunya,
bahwa ibu yang tidak dikenalnya itu, tetapi yang secara berangsur-angsur akan dikenalnya,
tentang lapar dan kebutuhannya itu.
Dalam hal manusia ia mempunyai kecenderungan untuk
mencari Tuhan untuk berdoa dan memohon kepada Tuhan yang belum pernah dilihatnya, kita
berada dalam posisi yang sama seperti si bayi yang mencari tetek ibunya yang belum pernah
dilihatnya dan menangis kepada ibunya yang tidak dikenal dan tidak diketahuinya.
"Sesungguhnya kita adalah dari Allah dan
kepada-Nyalah kita akan kembali (QS 2 : 156).
"Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala
urusan" (2 : 210)
Tentu saja sekiranya buah dada si ibu dan susu yang
sesuai dengan perut si bayi tidak ada, maka instinknya tidak akan membawa dia ke arah itu.
Ada suatu mata rantai hubungan antara instink ini dan adanya makanan itu. Hal yang sama
seperti itu pun berlaku dengan segala macam kecenderungan yang tertanam dalam wujud diri
tanpa suatu maksud dan tujuan. Sebaliknya, segala kecenderungan itu tertanam karena adanya
kebutuhan dan pemenuhan atas kebutuhan itu.
Isolasi yang Dipaksakan dan Penyendirian Karena
Pilihan
Manusia mungkin mencari Tuhan dalam dua situasi.
Salah satu daripadanya ialah ketika segala jalan dan usaha telah terputus dan dia terlibat
kesulitan dan kemudaratan, dan yang lainnya ialah ketika ruhaninya membumbung dan dia
memisahkan dirinya sendiri dari jalan-jalan dan sebab-sebab itu. Pada saat-saat
kemudaratan ketika ia tidak memperoleh jalan sendiri, manusia secara otomatis bergerak
menuju Tuhan, tanpa perlu diminta untuk berbuat demikian. Namun ini bukanlah suatu
penyempurnaan dari jiwa manusia itu sendiri, penyempurnaan dari jiwanya terjadi apabila ia
dengan sengaja memutuskan dirinya dari hubungan dengan yang duniawi dan membumbung ke atas
[yakni penyendirian karena pilihan
Syarat-syarat Doa
Perbuatan berdoa mempunyai persyaratan. Syarat
yang pertama ialah bahwa hasrat dan kehendak sesungguhnya muncul dalam eksistensi manusia
itu sendiri, sehingga setiap unsur dalam dirinya menjadi manifestasi hasrat dan apa yang
dikehendakinya menjadi suatu kebutuhan yang mendesak. Tepat ketika suatu kebutuhan
muncul pada suatu bagian dari badan manusia, maka organ-organ dan anggota-anggota badan
yang lain mulai bekerja untuk memenuhi kebutuhan itu, bahkan mungkin suatu organ
mengurangi sebagian besar kegiatannya karena adanya kebutuhan yang muncul pada bagian
tubuh yang lainnya, seperti umpamanya, ketika haus menguasai manusia; efek kehausan itu
muncul di pipinya sementara kerongkongannya, hati, perut, bibir, dan lidahnya semuanya
menyerukan "Air !", sehingga seseorang yang tidur dalam keadaan haus semacam itu
akan memimpikan air, sehingga kebutuhan ruhani manusia itu – yang merupakan bagian
dari suatu dunia penciptaan – adalah sama halnya dalam hubungan dengan seluruh dunia.
Ruhani manusia adalah bagian dari dunia eksistensi, dan apabila suatu hasrat dan keinginan
muncul dalam dirinya, sistem yang agung dari dunia penciptaan tidak akan meninggalkannya.
Ada terdapat suatu perbedaan besar antara sekadar
mengucapkan suatu doa dan permohonan doa yang sesungguhnya. Hasrat dan kebutuhan haruslah
sungguh-sungguh dan sebenar-benarnya muncul dari hati manusia itu. Seorang penyair telah
mengatakan :
- Apabila tumbuh, tumbuh dari kebutuhannya
- Maka si pencari mendapatkan
- Apa yang dicarinya
- Barangsiapa menjadi pencari,
- Untuk mendapatkan tujuan
- Bahannya sakit
- Dan prinsipnya ridha
- Apabila ada obat bagi
- Kemalangannya
- Ke sanalah perginya
- Apabila ada bumi yang rendah
- Ke sanalah air mengalir
- Jarang mencari air
- Dan haus diperoleh
- Sehingga apabila air di dalam
- Wujudmu
- Menggeledah dari atas dan
- Bawah. Seperti itulah Alquran
- Mengatakan kepada kita :
- ....siapakah yang
- memperkenankan doa
- orang kecemasan di dalam
- kebutuhan ?" (QS 27 : 62)
-
- Iman dan Keyakinan Akan Dikabulkan
- Suatu syarat doa lainnya ialah iman dan keyakinan.
Iman akan rahman dan rahim yang tiada batasnya dari Yang Mahaesa, iman bahwa tidak ada
rintangan bagi-Nya untuk melimpahkan rahmat-Nya, iman bahwa pintu Ridha Allah tidak pernah
tertutup bagi hamba-hamba-Nya dan bahwa kekurangan dan kesalahan terletak pada makhluk.
Telah disebutkan dalam suatu hadis : "Apabila Anda berdoa memohon sesuatu, maka
anggaplah bahwa apa yang Anda hasratkan itu sesungguhnya terletak di balik pintu."
- Imam Zainal ‘Abidin dalam doanya yang dikenal
sebagai Doa Abi Hamzah Ats-Tsimali yang membumbung dengan harapan dan keyakinan
serta yang didoakannya pada waktu sahur menjelang subuh dalam bulan Ramadhan yang penuh
berkah, berkata kepada Tuhan :
- Ya Allah, aku melihat jalan-jalan
- Permohonan kepada-Mu terbuka dan
terbentang
- Aku melihat pengairan dari
- Harapan dalam diri-Mu
- Berlimpah-limpah
- Aku melihat pertolongan dari
- Rahmat-Mu
- Dan keridhaan-Mu
- Oleh orang yang mengharap
- Pada-Mu
- Untuk diperkenankan, dan
- Melihat pintu-pintu doa terbuka
- Bagi orang yang berseru
- Kepada-Mu
- Dan aku yakin bahwa Engkau
- Sedia menjawab doa
- Orang-orang yang berdoa
- Dan memberikan perlindungan
- Kepada yang mencarinya
- Dan aku tahu dengan yakin,
- Bahwa mencari pertolongan
- Dalam Kemahakuasaan-Mu
- Dan dipuaskan dengan keputusan-Mu
- Mencukupi kekurangan
- Dari kemelaratan si melarat
- Dan penindasan si penindas
- Kesesuaian Sistem Penciptaan dan Sunatullah
- Suatu persyaratan doa lainnya adalah bahwa doa itu
tidak boleh bertentangan dengan sistem penciptaan dan sunnah Ilahi. Doa adalah untuk
mencari pertolongan dan bantuan agar manusia itu mencapai tujuan-tujuan yang telah
dispesifikasikan baginya dalam kerangka penciptaan dan dalam sunatullah yang sejalan
dengan hukum alam dan penciptaan. Apabila doa itu demikian, maka ia mengambil bentuk
kebutuhan yang alami dan orang yang berdoa itu ditolong dan dibantu oleh sistem penciptaan
yang, karena keseimbangan dan keharmonisan yang dianugerahkan kepadanya, memeberikan
rahmat dan kebaikan apabila ada kebutuhan. Namun, sekiranya meminta dan menuntut suatu hal
tertentu bertentangan dengan tujuan penciptaan dan sunatullah, seperti umpamanya meminta
hidup abadi di dunia ini, maka permintaan semacam itu bukanlah sesungguhnya doa, dan tidak
akan dikabulkan.
-
- Sesuai dengan Keadaan Orang yang Berdoa
- Satu persyaratan lainnya ialah bah
situasi-situasi lainnya dari kehidupan orang yang berdoa itu seharmoni dengan
tujuan-tujuan penciptaan dan sunnah Allah. Hati harus suci dan bersih, nafkah hidupnya
harus diperoleh dengan jalan yang halal, dan orang yang berdoa itu tidak boleh berbeban
dengan apa yang diperolehnya dari manusia secara haram. Imam Ja’far Ash-Shadiq as
mengatakan : "Apabila seseorang di antara kamu menghendaki agar doanya dikabulkan, ia
harus membersihkan pekerjaannya dan membersihkan dirinya dari apa yang diperolehnya secara
tidak halal dari manusia. Karena Allah tidak menerima doa dari seorang hamba yang
mengandung sesuatu yang diperoleh menjadi miliknya dari orang lain secara tidak
halal."
-
- Keadaan si Pemohon Bukanlah sebagai
Akibat Dosanya
- Salah satu syarat lainnya lagi ialah bahwa
keadaan orang yang berdoa itu, yang diharapkannya akan berubah dan dipulihkan, bukanlah
sebagai akibat yang langsung dari pelanggarannya atas tanggung jawab dan kewajibannya.
Dengan kata lain, keadaan dari mana si pendoa itu mengharapkan kelepasannya bukanlah
hukuman dan akibat yang logis dari dosa-dosanya; karena apabila demikian halnya maka
keadaannya tidak akan berubah sampai dia bertobat dan memperbaiki dirinya. Umpamanya amar
makruf nahi munkar adalah suatu kewajiban. Kesejahteraan dan kerusakan masyarakat
sepenuhnya tergantung pada terlaksana atau tidaknya prinsip ini. Konsekuensi yang logis
dari sikap mengabaikan amar makruf nahi munkar ini ialah terbukanya jalan bagi para
penjahat untuk menguasai masyarakat.
- Apabila orang lalai memenuhi kewajiban ini
dan tertimpa akibat yang logis dari dosa karena kelalaian mereka, kemudian mereka hendak
melepaskan diri dari penderitaannya melalui doa, maka hal itu adalah sesuatu yang
mustahil. Satu-satunya jalan dalam hal ini ialah bertobat dan kembali lagi kepada prinsip
amar makruf nahi munkar dengan segala kemampuannya. Dalam hal ini secara berangsur-angsur
mereka akan mencapai tujuannya serta maksud yang didambakannya. "Sesungguhnya Allah
tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri." (13 : 11).
- Sunnah Allah berarti bahwa sementara orang
tidak menghendaki untuk mengubah kondisi mereka sendiri dalam hal-hal yang berhubungan
dengan mereka, maka Tuhan tidak akan mengubah kondisi-kondisi itu bagi mereka. Dikatakan
dalam suatu hadis yang sahih : "Kamu harus menganjurkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran atau (apabila tidak demikian maka) Allah pasti akan menempatkan kejahatan itu
di antara kamu, lalu orang-orang yang baik di antara kamu akan berdoa tetapi doa mereka
tidak akan dikabulkan." Sesungguhnya doa seperti itu juga bertentangan dengan sistem
penciptaan dan sunnah Allah.
- Hal yang sama juga berlaku apabila seorang
manusia hanya semata-mata berdoa dan tidak berusaha dengan tindakan. Orang ini pun
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan sistem penciptaan dan sunatullah. Amirul
Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib as mengatakan : "Orang yang berdoa tapi tidak
berbuat adalah ibarat orang yang hendak memanahkan anak panah dengan busur tanpa tali
pelentingnya." Ini berarti bahwa tindakan dan perbuatan saling mengisi dan doa tanpa
tindakan tidaklah efektif.
-
- Doa Tidak Boleh Dijadikan Pengganti
Tindakan
- Suatu syarat lain ialah bahwa doa itu
haruslah merupakan manifestasi kebutuhan yang sesungguhnya, dalam keadaan di mana manusia
tidak mempunyai jalan untuk memperoleh apa yang didambakannya, ketika ia tidak berdaya dan
tidak berkemampuan. Apabila Allah telah menganugerahkan kepada manusia kunci bagi
kebutuhannya, namun ia menyia-nyiakan rahmat itu dan tidak hendak menggunakan kunci itu
lalu memohon kepada Tuhan untuk membukakan pintu itu dengan kunci yang telah ada di
tangannya sendiri dan membebaskannya dari beban untuk menggunakan kunci itu, maka tentu
saja doa semacam itu tidak patut dikabulkan.
- Doa-doa seperti itu harus pula dimasukkan
dalam kategori doa yang menentang sistem penciptaan. Doa adalah untuk mendapatkan
kemampuan, dan berdoa ketika Tuhan telah menganugerahkan kemampuan yang dikehendaki itu
kepada manusia, samalah halnya dengan berusaha untuk mendapatkan apa yang sesungguhnya
telah diperolehnya. Hal itu adalah ibarat orang yang berjalan di sepanjang tembok miring
yang akan runtuh sambil mendoakan agar tembok itu tidak runtuh dan menimpanya; ia melihat
tembok itu hendak runtuh, tetapi ia tidak hendak menyingkir dari situ, sambil terus berdoa
supaya tembok itu tidak runtuh dan menimpanya. Atau, ibarat orang yang duduk-duduk di
dalam rumah, tidak mau bekerja, dan terus berdoa kepada Tuhan untuk memberikan nafkah
kepadanya. Dalam hal-hal seperti ini doa itu tidak ada gunanya dan kosong dari kejiwaan.
Hal-hal semacam ini disebutkan di sini sebagai contoh-contoh untuk saat-saat ketika
seorang manusia mampu mencapai tujuan dan maksudnya melalui tindakan, kebijaksanaan, dan
penalaran pikiran, namun hendak menggantikan tindakan dan usaha dengan doa. Ini tidak
benar. Dalam sistem penciptaan, doa bukanlah pengganti usaha dan tindakan, tetapi sebagai
pelengkap yang melengkapi usaha dan tindakan.
-
- Nikmatnya Doa
- Orang-orang yang menikmati kesenangan
berdoa dan membebaskan diri dari segala ciptaan, untuk bergerak ke arah Al-Khaliq
(Pencipta), tidak akan mengenal kebahagiaan dan nikmat yang lebih besar dari itu. Bagi
orang-orang seperti ini doa mencapai puncak kekuatan, kemuliaan, keluhuran, dan berkat.
Hal itu meliputi orang yang berdoa itu dalam kelapangan dan ia melihat bahwa suatu
keridhaan Ilahi yang istimewa meliputi dirinya. Ia menyaksikan akibat dari doanya
dikabulkan : Allah, anugerahkanlah kiranya kepada saya nikmat yang sebaik-baiknya atas apa
yang saya keluhkan kepada-Mu, dan karuniakanlah kiranya kepada saya merasakan rasa
kemurahan dalam anugerah-Mu atau apa yang saya mohonkan daripada-Mu.
- Orang-orang yang bijaksana mengatakan bahwa
ada perbedaan antara pengetahuan yang yakin (ilmul yaqin), penglihatan yang pasti
(‘ainul yaqin) dan kepastian yang sesungguhnya (haqqul yaqin). Mereka
mengajukan contoh sebagai berikut : bayangkanlah akan api; ada saatnya ketika Anda melihat
akibat dari api. Umpamanya, Anda melihat gumpalan asap. Anda tahu bahwa di sana ada api
darimana asap itu membumbung ke langit; ini pengetahuan yang pasti, ‘ilmul yaqin.
Pada saat lainnya, Anda melihat api itu sendiri dari dekat; ini penglihatan yang pasti dan
lebih tinggi tarafnya dari ‘ilmul yaqin, karena ini berarti penyaksian
sendiri. Pada saat yang lain Anda berada demikian dekatnya kepada api itu sehingga Anda
merasakan hangat dan panasnya; ini namanya haqqul yaqin.
- Manusia mungkin dengan sepenuhnya menyadari
akan Tuhan serta percaya dengan mengakui Ada-Nya, tetapi dalam kehidupannya sehari-hari ia
tidak berhasil melihat kenikmatan-kenikmatan yang istimewa yang ada saat-saatnya
dianugerahkan Tuhan kepada hamba-hamba-Nya. Ini tingkatan yang dinamakan tingkat ‘ilmul
yaqin. Tetapi ada saat-saatnya ketika ia sesungguhnya menyaksikan efek-efek dari
Tauhid dan ia melihat doa-doanya terkabul. Ia percaya dan berandal kepada Tuhan, ia
menolak kepercayaan kepada yang lain kecuali Tuhan, dan sepanjang hidupnya ia melihat
efek-efek dari keyakinan dan kepercayaannya. Singkatnya, ia menyaksikan efek-efek Tauhid
(Ketuhanan Yang Mahaesa), inilah ‘ainul yaqin. Hamba-hamba Allah yang
beruntung mencapai tahap ini, yang yakin dan percaya kepada Allah dan menyaksikan
efek-efek dari doa-doanya. Mereka merasakan kenikmatan-kenikmatan yang sangat tinggi yang
sukar untuk kita bayangkan. Tahap yang lebih tinggi tentu saja ialah apabila orang yang
berdoa itu melihat dirinya sendiri mempunyai kontak yang langsung dengan Hakikat Ilahi.
Sesungguhnya ia tidak lagi melihat dirinya sendiri, ia melihat tindakan itu sebagai
Tindakan-Nya, atribut-atribut itu sebagai Atribut-Nya, dan, singkatnya, ia melihat Tuhan
dalam segala sesuatu.
- Apabila seorang manusia mempelajari suatu
kerajinan (craft), belajar ilmu pengetahuan dan teknologi, kemudian setelah
belajar selama bertahun-tahun dengan sakit dan susah payahnya, ia melihat untuk pertama
kalinya hasil karyanya – umpamanya ia melihat pasien yang disembuhkannya, bangunan
yang didirikan sesuai dengan perhitungannya – maka ia akan merasa senang. Ia
merasakan suatu kebanggaan dalam dirinya, dan ini merupakan suatu bentuk kenikmatan yang
dirasakan apabila seorang manusia melihat hasil usahanya sendiri.
- Alangkah bahagianya seorang manusia apabila
ia menyaksikan hasil dari imannya ! Apabila ia melihat kenikmatan yang khusus dari Allah !
Kehormatan yang dirasakan seorang manusia karena berhasil di dalam jalan Tauhid ! Sungguh
kenikmatan dan kebesaran hati yang dialami dalam keadaan seperti itu adalah seribu kali
lebih besar, lebih nikmat, dan lebih manis dibanding dengan keadaan bagaimanapun juga.
Semoga Allah memandang kita sebagai yang patut berdoa dan memohon kepada-Nya untuk
menikmati manfaat dari kemajuan ruhani yang suci itu.
No comments:
Post a Comment