animasi-bergerak-agama-religi-0150 animasi-bergerak-selamat-datang-0025 animasi-bergerak-selamat-datang-0025 animasi-bergerak-selamat-datang-0025

Wednesday, October 21, 2015

Satu Tahun Jokowi-JK, antara Impian dan Kenyataan

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tepat berusia satu tahun pada hari ini, Selasa (20/10/2015). Kabinet Kerja yang dibentuk Jokowi-JK dimulai dengan berbagai target ambisius. Slogan "Kerja, Kerja, Kerja" pun ditetapkan untuk mengejar seluruh target tersebut.

Misalnya, pada bidang ekonomi, Jokowi menetapkan target pertumbuhan ekonomi 7 persen dalam tiga tahun mendatang. Pada Januari 2015, Jokowi menyatakan target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 ini bisa mencapai 5,8 persen.

Target ambisius itu meleset. Pada kuartal I dan kuartal II-2015 pertumbuhan ekonomi tak pernah menyentuh 5 persen, yakni berkisar di level 4,71 persen dan 4,67 persen. Meski terus meleset, Jokowi tak patah arang. Dia tetap menyuarakan optimismenya, bahkan mengklaim pertumbuhan ekonomi akan meroket pada bulan September hingga akhir tahun 2015.

"Mulai agak meroket September, Oktober. Nah, pas November itu bisa begini (tangan menunjuk ke atas)," kata Jokowi pada 5 Agustus lalu. (Baca: Jokowi: Mulai September, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Akan Meroket).

Tak hanya soal ekonomi, persoalan politik pun kerap membuat Jokowi harus menarik ucapan-ucapannya. Saat kampanye, Jokowi terus menyuarakan bahwa jabinet yang akan dibentuknya bebas dari bagi-bagi kursi partai politik. Bagi banyak pihak, pernyataan Jokowi ini membuat orang bertanya-tanya akan kemampuan Jokowi menahan godaan parpol.

Saat pembentukan kabinet, sebaran kader partai dan yang berafisiliasi dengan partai sangat terasa pada Kabinet Kerja bentukan Jokowi-JK. Hal itu berlanjut saat penunjukan Jaksa Agung HM Prasetyo yang merupakan kader Partai Nasdem, calon Kapolri Komjen Budi Gunawan yang merupakan mantan ajudan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri, hingga penunjukan Kepala BIN Sutiyoso yang saat itu merupakan Ketum PKPI.

Aroma keterwakilan parpol hingga ormas pendukung Jokowi-JK semakin terasa saat Jokowi membentuk Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang di antaranya diisi kader partai pendukung, Partai Persatuan Pembangunan.

Lainnya, pada bidang kedaulatan pangan. Jokowi berkali-kali melontarkan cerita soal betapa malunya dia saat disapa Presiden Vietnam dan ditanya kapan Indonesia membeli beras lagi dari negara itu.

Ketika berbicara itu, Jokowi menegaskan tak akan mengimpor beras dan menetapkan target swasembada beras dalam tiga tahun. Nyatanya, fenomena El Nino terus berkepanjangan hingga membuat banyak petani gagal panen. Musim kering diperkirakan terus terjadi hingga bulan Desember. Pemerintah pun membuka opsi impor beras untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, salah satu negara yang dituju adalah Vietnam.

Realistis

Selama satu tahun menjalankan pemerintahannya, pola komunikasi politik Jokowi dikritik. Realisasi yang tak sesuai orasi membuat kepercayaan publik goyah. Hal tersebut disampaikan Analis Politik Pol-Tracking Institute, Agung Baskoro, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/10/2015) pagi ini.

"Pola komunikasi politik demikian kurang tepat mengingat Jokowi adalah simbol supremasi negara sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Artinya, mulai sekarang, Jokowi harus lebih realistis sehingga tidak berulang kali mengecewakan publik," ujar Agung.
Menurut Agung, realistis bukan berarti Jokowi tidak menepati janjinya atau sebatas pepesan kosong menimbang kondisi sosial-politik bangsa yang begitu dinamis dan pengaruh eksternal yang masih kuat memengaruhi keadaan ekonomi Indonesia.

"Di titik inilah, bila target realistis dan dapat diraih, perlahan citra publik pemerintah membaik dan legitimasi presiden dapat segera pulih kembali," kata Agung.

                                                                                                    
                                                                                                 

No comments: