1. Kasus korupsi kepala daerahKasus
korupsi telah lama ditemukan di pemerintahan tiap daerah bahkan di tiap
negara baik negara berkembang maupun negara maju sekalipun. Tak
terkecuali di daerah di Indonesia. Akhir-akhir ini mulai marak
diberitakan mengenai penangkapan atau setidaknya usaha penangkapan para
kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Diantaranya adalah mantan
Bupati Rokan Hulu, Pekanbaru dan mantan Bupati Jember.
Mantan Bupati
Rokan Hulu, Ramlan Zas dan juga mantan Sekretaris Daerah Rokan Hulu
Syarifuddin Nasution divonis Pengadilan Negeri (PN) Pasir Pangarayan.
Masing-masing dijatuhi hukuman 3 tahun penjara karena terbukti melakukan
tindak pidana korupsi. Kedua terdakwa kasus korupsi dana tak terduga
APBD Rokan Hulu 2003 sebesar Rp. 3,5 miliar tersebut divonis dalam dua
sidang yang berbeda.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa
Penuntut Umum (JPU). Dalam sidang sebelumnya, JPU menuntut Ramlan dengan
hukuman penjara selama 5 tahun. Ramlan tentunya tidak puas dengan
keputusan hakim. Beliau dengan tim pengacaranya yang terdiri dari 6
orang itu langsung menyatakan keberatan dan mengajukan banding.
Selain
itu, PN Pasir Pangarayan juga menjatuhkan vonis selama 3 tahun hukuman
penjara dan denda sebanyak Rp. 75 juta untuk terdakwa Syarifuddin
Nasution. Syarifuddin adalah mantan sekretaris daerah Rokan Hulu. Beliau
dinilai terlibat langsung dalam penyalahgunaan dana APBD tersebut.
Selama
sidang berlangsung, tidak terjadi keributan dan aparat keamanan menjaga
ketat area sekitar PN Pasir Pangarayan.
Sementara itu, di daerah
lain yakni di Jember, mantan Bupati Jember, Samsul Hadi Siswoyo divonis 6
tahun penjara karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan telah
melakukan tindak pidana korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp. 19
miliar. Samsul diadili dalam kasus korupsi APBD Jember 2004. Menurut
JPU, ada sejumlah uang negara yang disebutkan sebagai pinjaman, tetapi
kemudian dialihkan ke rekening pribadi Samsul. Beliau juga dikenai denda
sebanyak Rp. 100 juta, serta harus membayar uang pengganti sebesar Rp.
9,8 miliar.
Putusan majelis hakim itu separuh dari tuntutan JPU yang
meminta Samsul dihukum selama 12 tahun penjara.
Dari jumlah kerugian
yang tercantum dalam dakwaan terdapat dana sekitar Rp. 18 miliar yang
hilang dari kas Pemerintah Kabupaten Jember. Jumlah tersebut terdiri
dari akumulasi selisih kas daerah sampai tahun 2004 sebesar Rp. 7,95
miliar dan selisih kas daerah tahun 2005 sebesar Rp. 10,05 miliar.
Serupa
dengan Ramlan Zas, Samsul pun menyatakan keinginannya untuk naik
banding atas hukuman yang dijatuhkan padanya.
2. ICW
soroti kasus korupsi gubernur bengkulu
Indonesian
Corruption Watch (ICW) menyoroti proses penuntasan kasus dugaan korupsi
senilai Rp21,3 miliar yang melibatkan Gubernur Bengkulu Agusrin M
Najamudin.
"Kami menyoroti kasus yang tergolong lamban dalam
penyelesaiannya ini. Informasinya, proses persidangan akan dilaksanakan
pada 10 Januari mendatang," kata Tama S Langkun, aktivis ICW saat
dihubungi dari Bengkulu, Sabtu.
Ia mengatakan, ICW juga akan
menyurati hakim untuk memprioritaskan penuntasan kasus tersebut karena
sudah menjadi perhatian publik sejak bergulir pada 2007.
Selain
itu, ICW juga akan menurunkan tim yang akan mengikuti jalannya proses
persidangan hingga hakim menjatuhkan putusan.
"Sebenarnya kami
juga menyayangkan keputusan Menteri Dalam Negeri yang tetap melantik
kepala daerah yang sudah menjadi terdakwa dalam kasus pidana korupsi.
Ini harus menjadi koreksi ke depan," tambahnya.
Sementara Kepala
Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Bengkulu Santosa mengatakan,
pihaknya belum dapat memastikan jadwal sidang yang akan digelar di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu.
"Kami belum tahu pasti soal
jadwal sidangnya, karena digelar langsung di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat dan ditangani oleh Kejaksaan Agung," katanya.
Sebelumnya,
Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Herman Rachmad mengatakan berkas
Agusrin segera dilimpahkan sebelum Januari 2011.
"Kami pastikan
kasus ini akan dituntaskan dan berkas perkara akan kami limpahkan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelum Desember 2010 berakhir," katanya
waktu itu.
Perkara Agusrin akan disidangkan di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat sesuai penetapan Ketua Mahkamah Agung
No.057/KMA/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009. Salah satu alasan kasus
Agusrin disidangkan di Jakarta, karena untuk meminimalisasi gangguan
keamanan.
Agusrin bakal didakwa korupsi karena diduga menyelewengkan
keuangan negara dalam penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) senilai Rp21,3 miliar selama periode 2006-2007.
3.
Kasus korupsi pertamina
Dugaan
korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina
dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993 yang meliputi 4 kontrak
pengeboran sumur minyak di Pendoko, Prabumulih, Jatibarang, dan Bunyu.
Jumlah kerugian negara, adalah US $ 24.8 juta. Para tersangkanya 2
Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita
dan Ida Bagus Sudjana, Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, serta
Direktur PT UPG Partono H Upoyo.
Kasus Proyek Kilang Minyak Export
Oriented (Exxor) I di Balongan, Jawa Barat dengan tersangka seorang
pengusaha Erry Putra Oudang. Pembangunan kilang minyak ini menghabiskan
biaya sebesar US $ 1.4 M. Kerugian negara disebabkan proyek ini tahun
1995-1996 sebesar 82.6 M, 1996-1997 sebesar 476 M, 1997-1998 sebesar 1.3
Triliun. Kasus kilang Balongan merupakan benchmark-nya praktek KKN di
Pertamina. Negara dirugikan hingga US$ 700 dalam kasus mark-up atau
penggelembungan nilai dalam pembangunan kilang minyak bernama Exor I
tersebut.
Kasus Proyek Pipaisasi Pengangkutan Bahan Bakar Minyak
(BBM) di Jawa (Pipianisasi Jawa), melibatkan Mantan Direktur Pertamina
Faisal Abda’oe, Bos Bimantara Rosano Barack, dan Siti Hardiyanti
Rukmana. Kerugian negara hingga US$ 31,4 juta.
4. Korupsi di
BAPINDO
Tahun 1993, pembobolan yang terjadi di Bank
Pembangunan Indonesia (Bapindo) dilakukan oleh Eddy Tanzil yang hingga
saat ini tidak ketahuan dimana rimbanya, Negara dan Dana Reboisasi Hasil
audit Ernst & Young
Kasus HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit
Ernst & Young pada 31 Juli 2000 tentang penggunaan dana reboisasi
mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 15,025
triliun (versi Masyarakat Transparansi Indonesia). Yang terlibat dalam
kasus tersebut, antara lain, Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah
pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
Bob Hasan telah
divonis enam tahun penjara. Bob dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi
proyek pemetaan hutan senilai Rp 2,4 triliun. Direktur Utama PT Mapindo
Pratama itu juga diharuskan membayar ganti rugi US$ 243 juta kepada
negara dan denda Rp 15 juta. Kini Bob dikerangkeng di LP Nusakambangan,
Jawa Tengah.
Prajogo Pangestu diseret sebagai tersangka kasus korupsi
dana reboisasi proyek hutan tanaman industri (HTI) PT Musi Hutan
Persada, yang diduga merugikan negara Rp 331 miliar. Dalam pemeriksaan,
Prajogo, yang dikenal dekat dengan bekas presiden Soeharto, membantah
keras tuduhan korupsi. Sampai sekarang nasib kasus taipan kakap ini tak
jelas kelanjutannya.
5. Kasus korupsi cilacap
CILACAP
– Setelah Bupati Cilacap (non aktif) Probo Yulastoro dituntut 9 tahun,
kini giliran Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Cilacap
(non aktif) Fajar Subekti dituntut enam tahun penjara. Hal ini terungkap
dalam persidangan kasus dugaan korupsi senilai Rp. 13,9 miliar di
Pengadilan Negeri Cilacap, Selasa (02/02).
Jaksa Gatot Guno Sembodo
dan Ganda Nugraha juga menuntut terdakwa membayar denda Rp200 juta
subsider enam bulan kurungan dan diminta mengembalikan uang negara
Rp752,25 juta.
Dalam jalannya sidang yang dipimpin Ketua Majelis
Hakim Sutrisni, jaksa menyatakan terdakwa terbukti melakukan korupsi
pada Dana Operasional Koordinasi Penggalian dan Peningkatan Pendapatan
Daerah tahun 2005. Dia juga melakukan korupsi dana Kas Daerah Cilacap
dari dana bagi hasil PBB bagian pemerintah pusat pada 2005, 2006, 2007,
dan 2008, sehingga menimbulkan kerugian keuangan daerah total sebesar
Rp. 13,9 miliar.
Dinyatakan dalam sidang, jaksa juga telah menyita
dua bidang tanah milik terdakwa, dan apabila kekurangannya tidak
dibayar selama satu bulan setelah putusan pengadilan memiliki kekuatan
hukum tetap, jaksa akan menyita lagi harta benda lainnya milik terdakwa.
Apabila masih tidak cukup, Fajar harus menggantinya dengan pidana
selama dua tahun.